Ahlan Wa sahlan di Catatan nir.. Semoga menginspirasi bagi yang menikmatinya ^_^ Salam embun

Jumat, 14 Juni 2013

Kapan LULUS? Aku ingin lekas wisuda (Part two)





Semua memang ada waktunya sendiri-sendiri, begitu juga waktu lulus, ketika waktunya tiba kita juga akan lulus, tidaklah pasrah untuk menunggu waktu, tapi ambillah waktu, kejar waktu, berusaha memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk mempercepat kita lulus,
Kapan Lulus? Aku ingin lekas wisuda (part two) saya tulis lagi atas kebersambungan part one waktu lalu, tapi di sini ada yang beda saya menulisnya ketika sudah ada imam, teman sejati dalam perjuanganku, my beloved husband, ya saya sudah menikah tepat 7 maret 2013 lalu (uppss bukan ngobrol nikah nih! Tapi kelulusan, hehe maap).
Oke tulisan ini memang khusus buat skriper (saya, kamu, dan semua) yang memang benar-benar ingin lulus cepat, tepat waktu dengan usaha yang pontang-panting guna “ACC” dosen dan dinyatakan “SELAMAT ANDA LULUS” tapi usaha yang begitu wah belum sesuai rencana kalau kita ingin cepat lulus… target awal memang sudah di pasang untuk segera menyelesaikan skripsi sebaik mungkin, skriper sangat aktif mencari referensi agar skripsi sempurna, berbobot, bermutu, konsultasi setiap saat, rajin menyambengi dosen, diskusi sama temen, ke perpus tiap waktu (biasanya mahasiswa semester tua banyak nongkrong di sini, hehe). Semua sudah, ya bisa dibilang usaha sudah dilakukan maksimal, tapi dalam kenyataannya dosen belum meng’ACC’ bahkan belum di koreksi, ditumpuk di meja berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, Masya Allah, ada juga naskah skripsi cuma di bawa pulang, di bawa ke kampus dan di bawa pulang lagi dan tak kunjung dikoreksi lagi, hmm… sakit memang melihat usaha kita yang bisa dikatakan sudah maksimal penuh perjuangan tapi tidak segera ditindak lanjuti oleh dosen.
Melihat hal seperti itu, saya jadi berpikir, di sini kita belajar, pendidikan memang investasi kita, kita belajar agar pintar, agar tahu, agar paham akan berbagai ilmu. Kita butuh bimbingan tapi banyak kenyataan kelulusan dipersulit (sebenarnya sih belajar itu terus-menerus dari kita lahir sampai mati) tapi kita juga perlu naik jenjang, naik tahap, pendidikan yang sedang kita jalani ini ingin kita segera selesaikan dan kita dapat menimba ilmu di tempat lain lagi, mungkin bisa kuliah lagi, waktu kita kerja, di rumah, de el el. Nah ingin rasanya menyelesaikan tahap ini, iya skripsi selesai, lebih dari cukup, dengan itu terserah kita mau digimanain setelah ini. Cukup, segera lulus dari mengerjakan skripsi ini. Sedih memang tak kunjung lulus apalagi sebentar lagi sudah menginjak semester di atas normal, mana skripsi belum di acc-acc, belum di koreksi, wah MAsya Allah…
Mengeluh memang ada pada diri manusia, karena manusia memang diciptakan dalam keadaan keluh kesah, tapi itu semua musti kita nikmati, kawan, bukankah sebuah perjuangan itu membutuhkan waktu dan proses yang panjang jika kita menginginkan hal yang terbaik, bukan instan, yang cepat goyah ketika ditiup angin kecil? Akan tetapi rasanya juga tidak adil ketika semangat kita menjulang tanpa didukung dari pihak dosen, saya juga merasakan sendiri, sedih bangeet, memang kita sepantasnya memperbaiki lagi mungkin ada di diri kita yang salah, masih banyak dosa, maksiat jalan terus, kurang dekat sama Allah swt, de el el. Memang selayaknya kita mendoakan dosen kita agar dimudahkan urusannya pribadi dan urusan mengurusi atau membimbing kita dalam perjuangan mendapat gelar lulus ini.
Tahap kesimpulan saya, diperlukan keuletan diri pribadi yang kuat, semangat juang yang tinggi dan tak lepas dari keseimbangan dari dosen kita yang sangat mendukung kelulusan kita, dan penting dan paling utama, tempatkan Allah s.w.t sebagai sebaik2 tempat meminta pertolongan, semoga kita bisa lulus segera mungin, Wallohu a’lam..

*Taman Dramaga Permai 2, Sabtu, 15 Juni 2013; 12:53

Kamis, 11 April 2013

Weeh.... Cinta ya?



Kamis, 7 Maret 2013
Alhamdulillah, separuh agama telah kami tunaikan, bahagia. Menikah dengannya sebuah anugerah terindah, entahlah kami yang sebelumnya tak pernah bertemu, tak pernah kenal, dan tak pernah menyangka sebelumnya, tapi karena izin Allah dan telah tertulis indah di Lauhul Mahfudz jauh di atas sana, kami di pertemukan dalam pelaminan, ikatan suci atas nama Allah. Insya Allah…

Jum’at 5 April 2013
Hari ini adalah hari yang menyedihkan buat saya, berpisah untuk sementara waktu dengan seseorang yang saya cintai, “My Lovely Husband”.
Sebuah sarana transportasi  (baca: bus) ini menjadi saksi bisu kesedihanku, selalu berharap melaju dengan pelan, ingin waktu berputar kembali ke masa bersama, mengharapkan kejadian ini tak terjadi, tapi bodoh jika saya menghendaki demikian, bukankah hidup itu pilihan, tinggal kita mau menjalani atau tidak, benarkan demikian? hmm…. 

Lima minggu menjalani kebersamaan dengannya, canda, tawa, lucu-lucuan, sedih-sedihan, maen bersama, dinasehatin setiap hari kalau saya melakukan kesalahan, Qiro’ah bersama, sholat jama’ah, ngobrol bareng, sepedaan keliling jalanan, diskusi bersama, diberi Tausiyah ba’da maghrib, dan lain-lain. Alhamdulillah ‘adem-ayem, tentram, bahagia, dan Insya Allah sakinah, mawwadah wa rahmah’ bukannya pernikahan memang untuk memadu cinta dan kasih? Ya Alhamdulillah saya merasa sakinah bersamanya.. semoga kita bertemu sampai Jannah-Nya, aamiin :*
Perpisahan yang insya Allah sementara ini mungkin pilihan yang terbaik yang kami ambil, meskipun ada rasa keberatan untuk berpisah di hati kami berdua, ada rasa kehilangan, sayap tak terbang sebelah, kaki berat melangkah, hidup rasanya tak lagi segar, kalau kata bang Tere Liye “Itu benar, terkadang bagi pasangan yang saling mencintai, kepergian salah satunya bisa berarti kehilangan separuh jiwa—termasuk kehilangan separuh kesegaran fisik.”

Tapi, bukankah ini untuk kebahagiaan kita? Iya, berpisah untuk sementara waktu, saya anggap hal ini seperti halnya saya menantinya, saya menunggunya, saya beristikhara’ meminta kemantapan hati pada Allah untuknya, saya setia menunggu lamaran dengan orangtuanya, saya menunggu lantunan Ar Rahman sebagai mahar pernikahan darinya, dan saya setia menunggunya untuk kembali lagi bersama baik suka maupun duka. Iya, di sini saya bahagia, menunggu untuk kebahagiaan kami berdua, dan di sini pula saya akan tetap berjuang agar saya juga bisa kembali menghias wajahnya dengan siratan kebagiaan. Entah sampai kapan, tapi saya menginginkan kita secepatnya akan ketemu kembali, sayang, baik-baik di sana ya, kita harus kuat demi kebahagiaan bersama… saya bersyukur seorang yang Insya Allah shalih dapat menuntun saya dalam kebaikan dan Insya Allah sampai Surga, Semoga Allah membalas kebaikanmu dan senantiasa keberkahan mengiringimu suamiku. 

"Sekarang aku mengerti apa itu kebahagian dan apa itu kesedihan. Kebahagian adalah saat aku bersamamu dan kesedihan adalah saat aku jauh darimu."
- Dwi Apriyanto. "Pelajaran hidup"
#Jum’at 12 April 2013, 1:26 Pm

Jumat, 15 Februari 2013

Yang dinanti tak kunjung datang....



Pagi ini  saya sempatkan untuk mengunjungi eldu*a, setelah sekian lama tak menyambengi dan bersilaturahmi dengan mbak2 di sana. Saya sapa bagaimana kabarnya, dan beliau membalas menyapa dengan pertanyaan, “dek uda lama ya ga ke sini?”. “iya mba, belum sempet, hehe, gimana mbak, dianter suaminya kan?”. “iya donk dek”. 

Obrolan kami berlanjut, dan ketika itu ada pasien yang sedang bahagia atas kehamilannya, dan kebetulan dari orang yang berada di situ sudah menikah, kecuali saya (Insya Allah sebentar lagi mohon doanya). Merekq asyik mengobrol atas kehamilan, berharap segera mempunyai keturunan (maklum ibu-ibu, he), dari bagaimana cara agar hamil, bagaimana tanda-tanda hamil, bagaimana agar sehat waktu hamil, de el el pokoknya tentang kehamilan. Nampaknya masa mereka paling enak dan asyik untuk membahas masalah seperti itu, bukankah yang diinginkan para pasangan suami istri adalah keturunan? Ya, membangun keturunan untuk  peradaban generasi Islami ini dan memang benar Rasulullah SAW memang mencintai umat yang banyak yang tak lain halnya sebagai generasi penerus di muka bumi ini dalam menebarkan syiar Islam.

Tapi di tengah asyiknya mereka ngobrol, mbak yang sedari tadi bersama saya nampaknya tengah merasakan kekalutan hati karena beliau pernah bercerita ke saya yang sampai sekarang belum dikaruniai keturunan di usia pernikahan yang bisa dikatakan cukup, beliau diam saja ketika yang lain tengah bercerita mengenai keturunan, ya, beliau dan keluarga sangat mengharapkan hadirnya keturunan di tengah keluarga kecilnya, bahkan beliau bilang tengah divonis dokter tidak mempunyai keturunan, tapi saya menyangkalnya, “ mbak itu hanya vonis dokter, dokter bukan Tuhan, dokter bukan yang menentukan, tapi Allah, kalau Allah sudah berkehendak, Kun fayakun”, ada kan sudah divonis dokter tapi salah? Ada kan perkiraan dokter meleset? Nah semua itu Tuhan-lah yang menentukan. Beliau menyadarinya, dan beliau mengatakan serta dapat mengambil pelajaran dari ini semua karena dengan ini kita dapat lebih bersyukur lagi, Allah sayang pada kita, karena seseorang yang akan lulus harus menempuh beberapa ujian terlebih dulu, beliau juga mengatakan dengan ujian seperti ini katanya suaminya menjadi lebih perhatian dan setia. Dan beliau berpesan, dek kalau tidak diuji seperti ini saya itu ga akan pernah bersyukur, dan rencana Allah itu sangat indah dek, syukuri ya, sebenarnya masalah yang kita hadapi itu tidak sebanding dengan masalah orang lain yang tidak kamu ketahui.. 
 
Kita perlu menengok, kisah Nabi Ibrahim a.s yang mana Allah memberinya anak manakala yang bersangkutan dan istrinya sudah tidak muda lagi, 
Allah berfirman, artinya, “Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira kelahiran Ishaq dan dari lshaq akan lahir Ya’qub. Istrinya berkata, Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan padahal aku adalah wanita tua dan suamikupun sudah tua pula? Sesungguhnya ini merupakan sesuatu yang benar-benar aneh.” 
                  (Huud: 71-72).
 
Bertawakal kepada Allah dengan menyerahkan masalah kepada-Nya semata. Sikap tawakal merupakan salah satu senjata seorang mukmin dalam menghadapi perosalan-persoalan sulit. Berapa banyak problem hidup yang terangkat oleh sikap tawakal yang kepada Allah, tanpa terkecuali problem kesulitan dalam mendapatkan keturunan. Allah berfirman, artinya, “Dan barang-siapa bertawakal kepada Allah niscaya Dia akan mencukupkan keperluannya.” (Ath-Thalaq: 3). Sebuah janji yang pasti dari Allah bahwa dia akan mencukupi kebutuhan siapa yang bertawakal kepadaNya, tanpa terkecuali kebutuhan kepada hadirnya anak. Sipp mba… Semangaat ya.. Senang bersahabat dengan njenengan ^_^

*Sebelas Maret 15 Feb 2013, 16;23