Ahlan Wa sahlan di Catatan nir.. Semoga menginspirasi bagi yang menikmatinya ^_^ Salam embun

Selasa, 22 Januari 2013

Ingat-ingat Pesan Mama Duhai Nisa’


Inilah pesan paling indah sepanjang masa bagi orang-orang yang menginginkan indahnya rumahtangga dan harmonisnya pernikahan. Pesan ini melintasi batas waktu dan zaman.
Dahulu kala, ada seorang raja di negeri Yaman yang bernama al-Harits bin Amru al-Kindi. Ia mendengar berita bahwa ada seorang wanita yang terkenal dengan kecantikannya. Wanita itu adalah putri Awf al-Kindi. Lalu sang raja mengutus seorang wanita yang bernama Asham, sebagai comblang, kepada keluarga Awf untuk membuktikan langsung kebenaran berita itu.
Maka berangkatlah Asham menuju rumah Awf. Sesampainya Asham di sana, ia diterima oleh istri Awf yang bernama Umamah binti al-Harits. Asham mengabarkan maksud kedatangannya. Lalu Umamah menemui salah satu putrinya, yang dimaksud oleh Asham. Dari dalam kamarnya, Umamah berkata kepada putrinya, ‘Wahai putriku, sesungguhnya di luar ada bibimu yang datang kepadamu untuk ‘memperhatikan’ sebagian urusanmu. Keluarlah engkau. Temui dia. Jangan kau sembunyikan apapun darinya. Berbicaralah kepadanya sesuai pembicaraan yang dimaksud olehnya’.
Singkat kisah, Asham kembali ke sang Raja, mengabarkan apa yang ia lihat. Ia kabarkan bahwa wanita yang ditemuinya adalah seorang wanita yang wajahnya putih bersih layaknya cermin dan untaian rambutnya tersusun indah.
Sang Raja bulat hati melamar putri Awf. Lamaran diterima, dan Awf, sang ayah, menikahkannya dengan putrinya.
Pada malam pertama, Umamah, sang ibu, mendatangi putrinya. Sang ibu memberinya nasihat berharga sebagai bekal perkawinannya.
Sang ibu berkata, ‘Wahai putriku, engkau akan pergi dari rumah tempat engkau dibesarkan menuju seorang lelaki yang belum engkau kenal dan kepada seorang teman yang belum tentu dekat. Jadilah engkau seperti hamba-sahaya terhadapnya, niscaya ia akan menjadi hamba-sahaya bagimu juga. Jagalah baik-baik 10 perkara, maka engkau akan bahagia:
Pertama dan kedua, bergaullah dengannya dengan sikap merasa-cukup (qana’ah) dan dengarkan baik-baik ucapannya dan taatlah padanya. Sesungguhnya dalam sikap merasa-cukup ada ketentraman hati, sedangkan dalam mendengar dan taat ada keridhaan Tuhan.
Ketiga dan keempat, perhatikanlah tempat tatapan matanya dan penciumannya tertuju. Jangan sampai matanya tertuju kepada dirimu di saat engkau dalam keadaan jelek dan jangan sampai penciumannya tertuju kepada dirimu di saat dirimu kurang wangi.
Kelima dan keenam, perhatikanlah waktu tidur dan makannya, karena panasnya lapar dapat membakar perasaan dan kurangnya tidur dapat menimbulkan marah.
Ketujuh dan kedelapan, jagalah hartanya dan perhatikan kemuliaannya dan keluarganya. Mengatur harta secara baik adalah dengan cara melakukan takaran yang baik, dan menjaga keluarga secara baik adalah dengan cara mengatur yang baik pula.
Kesembilan dan kesepuluh, janganlah engkau melawan perintahnya dan jangan bongkar rahasianya. Jika engkau melawan perintahnya, berarti engkau membuatnya dadanya cemburu. Jika engkau bongkar rahasianya, maka engkau tidak akan aman dari tipu-dayanya. Janganlah engkau bergembira di hadapannya di saat ia sedang bersusah hati, dan jangan pula engkau bermuram durja di saat ia sedang bahagia.
Sumber: Kisah ini diambil dari tulisan Ibnul Jauzy dalam kitab Ahkam an-Nisa’.

Kamis, 17 Januari 2013

Tempat itu memang tak pantas…


Menulis ini, saya selalu teringat nasehat bapak yang selalu melarang saya dan adik pergi ke “pasar malam” tak peduli tingkat apa, tingkat RT pun sangat dilarang juga. Saya selalu bertanya, kenapa tidak diperbolehkan? Beliau hanya menjawab, “bapak melarang kamu” tanpa dijelaskan alasannya dan saya suruh mencari jawaban itu sendiri. 

Kemarin, saya pulang agak terlambat dari waktu biasanya karena menyelesaikan proyek mikro terlebih dulu, saya sengaja pulang melewati acara rutin di Kota ini yang serupa dengan pasar malam. Nampaknya mengasyikan, merakyat, penuh dengan kebahagiaan di raut wajah orang-orang yang mengikutinya, terjadi jual beli di sana-sini, para penjaja sibuk mencari rezeki, ah nampaknya ingin turut berbagi bersama mereka.

Sepanjang jalan saya hanya bisa mengamatinya dari motor yang terus berjalan, dan mata saya tertuju pada segerombolan orang yang ada di setiap titik, banyak laki-laki yang bertato, nongkrong tidak jelas, pencampurbauran antara laki-laki dan perempuan yang sudah tak mengenal etika, para wanita berdandan ‘menor’ entah apa yang mereka inginkan, penjual menjajakan dagangannya dengan harga yang tak wajar, dan hanya hura-hura yang ada di tempat itu, ya mungkin dapat melepas penat untuk hiburan, tapi kalau kita tidak bisa mensiasatinya kita akan terkena dampak buruk, memang biasa, tapi madhorotnya luar biasa.
Ya, saya tahu maksud bapak yang selalu melarang saya untuk pergi ke acara seperti itu, bapak hanya ingin menjaga putri-putrinya dari hal seperti itu yang dikhawatirkan banyak madhorotnya… 

“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. (Al-Furqan: 72)”.

#terimakasih bapak :*
Jum’ah 18 Januari 2013, 12:12 PM
Lab. Civic ed. UNS

Selasa, 01 Januari 2013

Tak Sekedar Mengaji






Penghujung tahun 2012, merefleksi tahun ini apakah sudah banyak kebaikan yang telah diperbuat, apakah telah sabar, tawwakal dalam mengarungi hidup, apakah ilmu yang dipelajari telah diamalkan? tak hanya tahun ini saja, akan tetapi perefleksian tahun2 kemarin guna perbaikan totalitas tahun 2013 dan Insya Allah tahun selanjutnya… aamiin…
Di Penghujung tahun ini, sebuah pelajaran kembali saya dapatkan, bahwa tak selamanya orang pandai itu secara aplikatifnya juga pandai, orang berilmu secara praktiknya dapat menerapkan wawasan ilmunya, orang yang telah lama bahkan sedari buaian telah diterapkan nilai-nilai kebaikan juga belum tentu menjadi orang baik. 
Tidak bermaksud menjelek-jelekan orang, dan saya pun tidak akan menyebut siapakah dia, di mana rumahnya, dll. Akan tetapi sosoknya ini dapat menjadi pelajaran buat kita semua, 
“Seperti biasa rutinitas saya setiap Ahad, saya menjumpai sosok yang dari pengakuannya sendiri telah lama menuntut ilmu agama, orangtua telah mendidiknya kajian Islam sedari kecil, kuantitas memperdalami agama lebih lama dari saya, dan mungkin banyak lebihnya dari pada saya, ketika itu saya tidak sengaja mendengar berbagai pembicaraan beliau dengan rekannya, dan tanpa saya sadari mereka membicarakan keluarga besar saya, ternyata beliau mengenalnya, akan tetapi tak berhenti di situ saja, berbagai cerita mengenai keluarga saya telah dicampur bumbu yang tidak sedap, kebanyakan garam, kurang air, terlalu banyak memakai MSG bahkan kelebihan sehingga rasanya “eneg”, bahkan masakan ceritanya menjadi hitam pekat, Gosong.  Saya yang mendengar hanya bisa beristighfar, nampaknya mereka memang tidak tahu kalau saya adalah bagian dari keluarga yang sembarangan mereka masak ceritanya sendiri itu, saya ingin meluruskan cerita ‘gosong’ tadi akan tetapi mereka semakin menambah kapasitas api yang membara, tapi hanya doa yang saya panjatkan, agar diberi Hidayah oleh Allah, s.w.t”. 
Hmmm, hai orang berilmu !
Bukankah, penentuan kuantitas lamanya menuntut ilmu, mengaji, mengkaji agama secara otomatis akan berhubungan dengan kualitas iman seseorang? Nampaknya, belum semua, ada orang yang telah lama mengaji tingkat iman, pemahaman, ketawaduan, keistiqomahannya juga semakin tebal, ada yang baru saja mengaji, sudah tebal segalanya, tapi ada juga yang telah lama mengaji, justru tipis pemahamannya, bahkan tidak berpemahaman sekalipun. Ahh, saya rasa itu tergantung bagaimana pribadinya, tapi setidaknya, apakah tidak malu kepada Sang Maha Segalanya jika perbuatan kita selalu buruk padahal kita aktif mengaji, menuntut agama?? 
Cerita tadi menegaskan Jangan sesekali mencampur antara yang Hak dan batil, yang belum tahu antara kebenaran atau kesalahannya karena “Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela” (QS.Al Humazah : 1)
Dan jika kita mengetahui aib dari saudara hendaklah ditutupi jangan justru disebarkan ke yang lain… “……jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu menggunjing sebagaian yg lain. Apakah ada di antara kamu suka makan daging saudaranya yang sudah mati? …” (QS. Al Hujurat : 12)
“……hendaklah mereka mengucapkan perkataaan yang lebih baik(benar)……” (QS. Ai Isra’ : 53)
Hal tersebut memang sudah biasa, dan saya tidak mau ambil pusing, karena kita sama-sama tahu, sama-sama menuntut ilmu, toh kita sendiri yang akan mempertanggungjawabkan perbuatan di hadapan Allah kelak…
*Nduk, memang belum tentu bekal agama dari kecil dapat menjadikan baik sekarang ini, dan ternyata di luar sana juga belum tentu orang lain suka melihat keluarga kita bahagia, nasehat ibu ^_^
Tak sekedar mengaji, pemahaman dan juga implementasinya juga harus berbobot,
*Maqamhaji, penghujung tahun 2012 : 10:14 am*