Pagi ini saya sempatkan untuk mengunjungi eldu*a,
setelah sekian lama tak menyambengi dan bersilaturahmi dengan mbak2 di sana. Saya
sapa bagaimana kabarnya, dan beliau membalas menyapa dengan pertanyaan, “dek
uda lama ya ga ke sini?”. “iya mba, belum sempet, hehe, gimana mbak, dianter
suaminya kan?”. “iya donk dek”.
Obrolan
kami berlanjut, dan ketika itu ada pasien yang sedang bahagia atas
kehamilannya, dan kebetulan dari orang yang berada di situ sudah menikah,
kecuali saya (Insya Allah sebentar lagi mohon
doanya). Merekq asyik mengobrol atas kehamilan, berharap segera mempunyai
keturunan (maklum ibu-ibu, he), dari bagaimana cara agar hamil, bagaimana
tanda-tanda hamil, bagaimana agar sehat waktu hamil, de el el pokoknya tentang kehamilan.
Nampaknya masa mereka paling enak dan asyik untuk membahas masalah seperti itu,
bukankah yang diinginkan para pasangan suami istri adalah keturunan? Ya,
membangun keturunan untuk peradaban
generasi Islami ini dan memang benar Rasulullah SAW memang mencintai umat yang
banyak yang tak lain halnya sebagai generasi penerus di muka bumi ini dalam
menebarkan syiar Islam.
Tapi
di tengah asyiknya mereka ngobrol, mbak yang sedari tadi bersama saya nampaknya
tengah merasakan kekalutan hati karena beliau pernah bercerita ke saya yang
sampai sekarang belum dikaruniai keturunan di usia pernikahan yang bisa
dikatakan cukup, beliau diam saja ketika yang lain tengah bercerita mengenai
keturunan, ya, beliau dan keluarga sangat mengharapkan hadirnya keturunan di tengah
keluarga kecilnya, bahkan beliau bilang tengah divonis dokter tidak mempunyai
keturunan, tapi saya menyangkalnya, “ mbak itu hanya vonis dokter, dokter bukan
Tuhan, dokter bukan yang menentukan, tapi Allah, kalau Allah sudah berkehendak,
Kun fayakun”, ada kan sudah divonis dokter tapi salah? Ada kan perkiraan dokter
meleset? Nah semua itu Tuhan-lah yang menentukan. Beliau menyadarinya, dan
beliau mengatakan serta dapat mengambil pelajaran dari ini semua karena dengan
ini kita dapat lebih bersyukur lagi, Allah sayang pada kita, karena seseorang
yang akan lulus harus menempuh beberapa ujian terlebih dulu, beliau juga
mengatakan dengan ujian seperti ini katanya suaminya menjadi lebih perhatian
dan setia. Dan beliau berpesan, dek kalau tidak diuji seperti ini saya itu ga
akan pernah bersyukur, dan rencana Allah itu sangat indah dek, syukuri ya,
sebenarnya masalah yang kita hadapi itu tidak sebanding dengan masalah orang
lain yang tidak kamu ketahui..
Kita
perlu menengok, kisah Nabi Ibrahim a.s yang mana Allah memberinya anak manakala
yang bersangkutan dan istrinya sudah tidak muda lagi,
Allah berfirman, artinya,
“Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira kelahiran Ishaq dan dari lshaq
akan lahir Ya’qub. Istrinya berkata, Sungguh mengherankan, apakah aku akan
melahirkan padahal aku adalah wanita tua dan suamikupun sudah tua pula? Sesungguhnya
ini merupakan sesuatu yang benar-benar aneh.”
(Huud:
71-72).
Bertawakal
kepada Allah dengan menyerahkan masalah kepada-Nya semata. Sikap tawakal
merupakan salah satu senjata seorang mukmin dalam menghadapi
perosalan-persoalan sulit. Berapa banyak problem hidup yang terangkat oleh
sikap tawakal yang kepada Allah, tanpa terkecuali problem kesulitan dalam
mendapatkan keturunan. Allah berfirman, artinya, “Dan barang-siapa bertawakal
kepada Allah niscaya Dia akan mencukupkan keperluannya.” (Ath-Thalaq: 3).
Sebuah janji yang pasti dari Allah bahwa dia akan mencukupi kebutuhan siapa
yang bertawakal kepadaNya, tanpa terkecuali kebutuhan kepada hadirnya anak.
Sipp mba… Semangaat ya.. Senang bersahabat dengan njenengan ^_^
*Sebelas Maret 15 Feb 2013, 16;23