Kamis,
7 Maret 2013
Alhamdulillah, separuh agama telah kami
tunaikan, bahagia. Menikah dengannya sebuah anugerah terindah, entahlah kami
yang sebelumnya tak pernah bertemu, tak pernah kenal, dan tak pernah menyangka sebelumnya, tapi karena izin Allah
dan telah tertulis indah di Lauhul Mahfudz jauh di atas sana, kami di
pertemukan dalam pelaminan, ikatan suci atas nama Allah. Insya Allah…
Jum’at
5 April 2013
Hari ini adalah hari yang menyedihkan
buat saya, berpisah untuk sementara waktu dengan seseorang yang saya cintai,
“My Lovely Husband”.
Sebuah sarana transportasi (baca: bus) ini menjadi saksi bisu
kesedihanku, selalu berharap melaju dengan pelan, ingin waktu berputar kembali
ke masa bersama, mengharapkan kejadian ini tak terjadi,
tapi bodoh jika saya menghendaki demikian, bukankah hidup itu pilihan,
tinggal kita mau menjalani atau tidak, benarkan demikian? hmm….
Lima minggu menjalani kebersamaan
dengannya, canda, tawa, lucu-lucuan, sedih-sedihan, maen bersama, dinasehatin
setiap hari kalau saya melakukan kesalahan, Qiro’ah bersama, sholat jama’ah,
ngobrol bareng, sepedaan keliling jalanan, diskusi bersama, diberi Tausiyah ba’da
maghrib, dan lain-lain. Alhamdulillah ‘adem-ayem, tentram, bahagia, dan Insya
Allah sakinah, mawwadah wa rahmah’ bukannya pernikahan memang untuk memadu
cinta dan kasih? Ya Alhamdulillah saya merasa sakinah bersamanya.. semoga kita
bertemu sampai Jannah-Nya, aamiin :*
Perpisahan yang insya Allah sementara
ini mungkin pilihan yang terbaik yang kami ambil, meskipun ada rasa keberatan
untuk berpisah di hati kami berdua, ada rasa kehilangan, sayap tak terbang
sebelah, kaki berat melangkah, hidup rasanya tak lagi segar, kalau kata bang
Tere Liye “Itu benar, terkadang bagi pasangan yang
saling mencintai, kepergian salah satunya bisa berarti kehilangan separuh
jiwa—termasuk kehilangan separuh kesegaran fisik.”
Tapi, bukankah ini untuk kebahagiaan
kita? Iya, berpisah untuk sementara waktu, saya anggap hal ini seperti halnya
saya menantinya, saya menunggunya, saya beristikhara’ meminta kemantapan hati
pada Allah untuknya, saya setia menunggu lamaran dengan orangtuanya, saya
menunggu lantunan Ar Rahman sebagai mahar pernikahan darinya, dan saya setia
menunggunya untuk kembali lagi bersama baik suka maupun duka. Iya, di sini saya
bahagia, menunggu untuk kebahagiaan kami berdua, dan di sini pula saya akan
tetap berjuang agar saya juga bisa kembali menghias wajahnya dengan siratan
kebagiaan. Entah sampai kapan, tapi saya menginginkan kita secepatnya akan
ketemu kembali, sayang, baik-baik di sana ya, kita harus kuat demi kebahagiaan
bersama… saya bersyukur seorang yang Insya Allah shalih dapat menuntun saya
dalam kebaikan dan Insya Allah sampai Surga, Semoga Allah membalas kebaikanmu
dan senantiasa keberkahan mengiringimu suamiku.
"Sekarang
aku mengerti apa itu kebahagian dan apa itu kesedihan. Kebahagian adalah saat aku
bersamamu dan kesedihan adalah saat aku jauh darimu."
-
Dwi Apriyanto. "Pelajaran hidup"
#Jum’at
12 April 2013, 1:26 Pm
0 komentar:
Posting Komentar