Sabtu,
3 Mei 2014. Teriring syukur pada-Mu ya Rabb, Alhamdulillah mujahidah kecil kami
bisa merasakan udara dunia setelah berada dalam rahim kurang lebih 9 bulan 10
hari. Bahagia. Subhanalloh.
Sesar
keputusan yang kami ambil berdasarkan anjuran dokter secara medis, ya ini
memang takdir yang harus saya jalani meskipun banyak yang menginginkan lahir
secara normal.
Pukul
14.06 wib, Alhamdulillah seorang putri telah berhasil dikeluarkan dari rahim
saya, lalu dibawalah oleh dokter ke ruang bayi dan suami saya menyusulnya.
Sementara saya masih harus berada di ruang operasi agar kembali sadar dari
pengaruh obat bius, dan ibu saya menunggu dari luar.
Sakit
memang, saya tidak bisa bernafas, sekujur tubuh tak berasa, hanya angkat tangan
yang bisa saya lakukan pertanda saya butuh pertolongan sehingga dokter akan
mendekat, hanya pasrah (Allah, Allah, Allah aku berusaha ikhlas atas skenario
ini)
Ba’da
Isya’ yang bahagia penuh haru biru, saya melihat putriku untuk pertama kali,
saya yang belum sadar betul seketika menjadi sadar dan tak merasakan sakit
akibat sesar, saya menciumnya dan memulai untuk menyusuinya, Alhamdulillah RS
ini mendukung IDM sehingga bagaimanapun caranya anak lahir harus diberi asi
tidak dengan sufor. Begitu lucu menggemaskan putri mungil ini.
Selama
di RS kami memang sengaja tidak menitipkan putri kami di ruang bayi, seperti
kebanyakan orangtua lainnya yang menitipkannya, kami meminta agar putri saya
tidur dengan saya sehingga kapanpun ia membutuhkan saya selalu ada di
sampingnya, atau dia ingin merasakan kasih sayang ayahnya juga tak jauh ataupun
dia ingin merasakan ikhlasnya neneknya juga dekat.
Tepat
7 hari, mencukur rambut, membagikan daging aqiqah, memberi nama, dan mujahidah
kami beri nama “HAFSHAH ABDILLAH” dengan panggilan Hafshoh, lhoh kok beda
antara tulisan dan panggilan?he. Setelah ditransliterasikan dari Arab ke
Indonesia, huruf “Shad” dalam kata “Shah” ketika dibaca dalam versi arab
menjadi “Shod” sehingga dibaca “Shoh” iya Hafshoh, he he…
Kami
memberi nama ini dengan harapan putri kami menjadi hamba Allah seperti Hafshoh
putri Umar bin Khattab yang juga menjadi istri dari Rasululloh SAW yang menjaga
mushaf Alqur’an pertama kali di zaman khalifah Abu Bakar Ash Shidiq, serta
Hafshoh yang menjaga ibadah, shalat malamnya, pandai dalam hal sastra, bahasa,
dan keilmuan. Aamiin.
Hafshohku
sayang, tumbuh sehat, cerdas, menjadi pribadi sholehah ya nak, doakan ayah dan bundamu
senantiasa dapat mendidikmu dan adik2mu kelak (he he) menjadi insan sholehah nggih! Bunda teringat sayang ketika
engkau masih dalam rahim, bunda bawa engkau memperjuangkan skripsi, ketika
sidang ujian, mengurus wisuda, pulang pergi Bogor-Solo untuk bertemu ayahmu,
he, pergi ke luar kota yang lainnya juga selalu bunda ajak, he.. Dan hadirnya
amanah Allah ini berupa engkau semata-mata untuk membangun keturunan untuk peradaban generasi Islami. Memang benar
Rasulullah SAW mencintai umat yang banyak yang tak lain halnya sebagai generasi
penerus di muka bumi ini dalam menebarkan syiar Islam. Sayang Hafshoh ..
Makamhaji, 8;58 pm
2 Mei 2015